Selalu Berbeda Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan. Kenapa Sih ?



Kita benar-benar di gerbang Ramadhan. Anda mulai puasa kapan. Besok pagi atau lusa ? Anda Muhammadiyah atau NU, sih ? Ah...selalu saja ini terjadi dalam mengawali Ramadhan Mubarok. Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia selalu 'tidak mampu' menyatukan awal dan akhir Ramadhan setiap tahunnya. 

Maaf, Ini bukan masalah memaknai kalimat bahwa berbeda itu rahmat Tuhan. Atau dalam rangka membicarakan metode menentukan awal dan akhir Ramadhan yang dianjurkan. Menurut saya tidak ada yang salah atas dua hal diatas, karena sudah ada tuntutannya dalam Islam yang sempurna. 

Kegalauan saya adalah, kapan sih para ulama terkemuka Indonesia yang mewakili organisasi Islam, paham-paham, mahzab dan pemerintah bersedia melakukan kompromi dengan bersepakat memilih salah satu hasil saja, apakah secara rukyat atau hisab yang dijadikan pedoman awal puasa dan Idul Fitri. Selanjutnya rekomendasi tersebut diterima oleh semua ulama dan pemimpin organisasi Islam beserta umat Islam semua tanpa terkecuali.  

Kita hidup dalam kehidupan berbangsa dan negara yang berazazkan pancasila, saya menyakini bahwa para penjabat yang duduk di pemerintahan itu adalah pemimpin dari kita. Sedangkan, dalam hal kerohanian dan akidah, bimbingan dan arahan adalah muncul dari para ulama. Kedua-duanya sangat penting dalam tataran perikehidupan berbangsa, bernegara dan beragama. Kedua-duanya adalah pemimpin umat (Ulul Amri) sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya, serta pemimpin (Ulul Amri) diantara kalian.” (Qs. an-Nisâ’ [5]: 59)
Islam telah mengajarkan tentang kepastian hukum yang didasarkan pada Al-Qur'an, Hadist maupun Ijtihad. Para Ulama dan pemerintah yang berpredikat sebagai Ulul Amri seharusnya mampu memberikan kepastian hukum tersebut agar tidak terjadi pemahaman berbeda-beda bahkan salah. Hal ini sangat fatal karena dapat menimbulkan benturan sosial yang biasanya akan berdarah-darah bila menyangkut keyakinan. 

Sesungguhnya saya tidak mengetahui dimana letak sulitnya kompromi dalam menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal tersebut. Saya yakin bila kompromi tersebut diambil atas hikmat dan kebijaksanaan serta didasarkan pada cara-cara yang dianjurkan Islam, maka akan lebih banyak membawa manfaat bagi persatuan umat daripada perbedaan yang terus menerus seperti selama ini. 

Satu hal lagi, bumi itu bundar. Siang dan malam hanya pada belahan bumi yang berbeda. Perbedaan waktu Indonesia dan mekah hanya selisih 4 jam lebih awal. Sedangkan perbedaan waktu Ujung Timur (Sumatera) dengan ujung Barat Indonesia (Irian Jaya) adalah sekitar 2 jam. Kalau Mekah adalah Kiblat Orang Islam di Indonesia, sepertinya akan lebih sederhana mendasarkan jatuhnya awal Ramadhan dan 1 Syawal dengan mengikuti Mekah ( Arab Saudi ) Tinggal menghitung selisih waktu saja. 

Kenapa selalu dibuat repot dan berbeda setiap tahunnya. Ada apakah ?

PS: Mohon dikoreksi kalau ada kesalahan.    

 

Komentar

  1. Iya nih mbak, berbeda terus. kalau bisa sama kan asik to....aku besok je mbak wis mulai puasanya....Selamat berpuasa ya....sementara latihan angklungnya off dulu ya...he he he..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sama....besok juga sudah puasa kok saya...thanks ya nok....sipppplah...

      Hapus
  2. Ikut Muhammadiyah aja yang memanfaatkan ilmu... dengan menggunakan metode hisab

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hee....iya...saya ikut puasa yang hari ini....sama seperti di Arab sono...:)

      Hapus
  3. berdasarkan sabda nabi, hitungan jatuhnya bulan puasa adalah dengan menggunakan metode rukyatul hilal (melihat bulan), jika hambatan alam terjadi dan tidak ada alat yang bisa memecahkan hal itu, maka gunakanlah metode rukyatul hisab.

    sebenarnya perbedaan itu terlihat karena tidak adanya komitmen persatuan, semuanya mau benar dan tidak ada yang mau mengalah. Permasalahannya adalah jika terjadi penentuan puasa yang berbeda waktunya, lalu pertanyaannya adalah siapakah yang benar, mengapa ini hanya terjadi di Indonesia? entahlah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaannya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara siapakah yang patut disebut sebagai ulul amri ? Kalau memang pemerintah dianggap sebagai pemimpin maka setiap pinpinan organisasi keagamaan TIDAK boleh membuat fatwa tersendiri atas hal ini.

      Artinya, pimpinan organisasi ini hanya berhak memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan biarkan pemerintah yang memutuskannya. Bukankah seharusnya begitu ?

      Hapus
    2. ya memang betul apa yang mbak yuni katakan, namun apa boleh baut, itu perlu ada ketegasan pemimpin ya mbak untuk menentukan kapa kit aharus berpuasa dan kapan kit aharus hari raya

      Hapus
  4. setuju
    suka heran dengan negeri ini yg nentuin 1 Ramdhan atau 1 Syawal saja ripuh
    Moga tahun berikutnya tidak ada perbedaan lagi deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak...nunggu presiden baru kaleee.....tapi bener deh....ngarep banget bisa sama harinya....:)

      Hapus
  5. @MAs Ibrahim : Mungkin presiden baru nanti ya bisa kecapaian...

    BalasHapus
    Balasan
    1. mudah-mudahan lah mbak yun, semoga saja amiiin

      Hapus
  6. @ibrahim : Amin Ya Robbal 'alamin

    BalasHapus
  7. Aneh memang mbak, yg aneh itu kenapa waktu penentuan itu selaluu begitu mepeeet.. Jadi sebenernya tanpa sidang, masyarakat juga udh yakin duluan kalo puasanya itu bakal diputusin lusa (pas sidang) --' kesannya kaya apa gitu ya rapat2 gt..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya....mbak...begitulah selama ini itu kejadiannya. Saya merindukan adanya kesamaan hari. Semoga nanti kalau ada pemerintahan baru bisa menyatukan perbedaan ini....:)

      Hapus

Posting Komentar

HIMBAUAN BERKOMENTAR :
1. Tersenyum Dulu | 2. Berkomentarlah sesuai dengan artikel diatas | 3. Gunakan Open ID / Name Url / Google+ | 4. Gunakan Bahasa Yang Jelas | 5. Jaga Kesopanan Ingat Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE :) | 6. Jangan Nye-SPAM | 7. Maaf, link aktif otomatis terhapus| 8. Jangan Berpromosi | 9. Jangan minta transfer pulsa | 10. Begitulah.

Postingan Populer